Warga Singapura, Ng kok Choong, menjadi saksi hidup dua bencana sekaligus: gempa yang disusul tsunami Palu. Ia berada di ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah itu saat lindu magnitudo 7.4 mengguncang pada Jumat petang,28 September 2018 pukul 17:02 WIB.
Pria 53 tahun itu tak kuasa menentang kekuatan alam yang membikin bumi yang ia pijan berguncang hebat.
Jangankan berdiri, duduk pun ia tak mampu. Ng jatuh terguling. "Saya melihat hotelberguncang seperti jeli, kepulan debu tebal di sekelilingnya, dan seketika runtuh," kata dia seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (1/10/2018). Kala itu, ia berada dalam jarak 50 meter dari Hotel Mercure tempatnya menginap.
Tak lama kemudian, laut menunjukan gelagat aneh. Beringas bukan kepalang. Gemuruh kencang terdengar saat ombak raksasa menderu menuju pantai. Tsunami menerjang Palu .
Badan Metreologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sejatinya telah mengeluarkan peringatan dini tsunami, lima menit setelah gempa magnitudo 7.4 terjadi.
Kala itu, BMKG memperkirakan gelombang tsunami Palu tingginya "hanya" 1.5 meter sampai 2 meter.
Namun, sejumlah rekaman video yang beredar di media sosial menguak bahwa gelombang raksasa yang menerjang lebih mengerikan dari perkiraan.
Pagi harinya, Sabtu 29 September 2018, sinar mentari yang menerangi pagi menguak kondisi Pantai Talise yang porak-poranda.
Jasad-jasad manusia ditemukan mengapung atau terbaring diantara puing-ouing yang berserakan.
"Gelombang tinggi, Komandan. Hampir enam meter," kata seorang bocah 8 tahun kepada Wakil Komandan Detasemen Zeni Bangunan yang bertugas di Palu, Mayor Edy Harahap.
Saat tsunami menerjang, bocah itu mengaku terbawa ombak besar dan tersangkut diatap rumah. Ia terlihat lelah. Trauma membanyag di matanya. "Dia ketakutan melihat laut," kata Mayor Edy.
Sabtu pagi itu, si bocah bersama kakaknya sedang mencari sang ibu yang tak jelas beritanya. Saat gempa yang disusul tsunami terjadi, sekitar 1.000 orang berkumpul di pinggir Pantai Talise, di Anjungan Nusantara, menyaksikan pembukaan Festival Pesona Palu Lomoni.
Kuatnya lindu membuat orang-orang berhamburan kesegala arah. Kepanikan kian menjadi-jadi saat sejumlah saksi mengaku melihat air surut dan mencium aroma asin air laut yang menusuk hidung.
Tak lama kemudian, tsunami menerjang. Ombak pertama menyeret sejumlah pedagang yang ada di pantai. Gelombang gergasi kedua menyusul lebih tinggi.
Korban jiwa yang jauh, pohon yang tumbang hingga akar, bangunan ambrol, kapal besar yang melintang di daratan, jalan raya yang terkelupas, dan Jembatan Kuning rubuh menjadi bukti dahsyatnya tsunami yang menerjang daratan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menonfirmasi, tsunami Palu mencapai hampir 6 meter saat mencapai daratan.
Dampak tsunami Palu tak hanya bikin warga Indonesia shock. Gelombang kejt juga meyebar ke seluruh dunia. Bukan cuma orang awam, ilmuwan pun dibuat penasaran.
Mengejutkan Dunia
Tak semua gempa bisa memicu tsunami. Setidaknya ada tiga hal yang harus terpenuhi, yakni pusatnya di tengah laut dan dangkal, kekuatan lindu diatas 6.5 Skala Richter, dan polanya sesar naik atau turun (vertikal).
Namun, apa yang terjadi di Palu relatif "aneh". Para ilmuwan dunia pun mengeku dibuat terkejut karenanya. Apalagi, gempa di Sulawesi Tengah berpusat didarat.
"Itu benar-benar mengejutkan," kata Baptiste Gombert, ahli geofisika dari University of Oxford seperti dikutip dari situs National Geographic.
Ia menambahkan, kondisi geologis di Indonesia sangat kompleks. Bak sarang laba-laba, jringan sesar yang berbeda jenis saling memotong. Menembak apa yang sesungguhnya terjadi di Palu adalah tantangan berat. Namun, hasil pengamatan sementara mengisyaratkan beberapa kemungkinan.
Gombert menduga, tsunami mungkin adalah hasil dari sejumlah gerakan vertikal di sepanjang patahan. Namun, menurut dia, itu saja tak cukup untuk menjelaskan penyebab terjadinya gelombang gergasi hampir 6 meter.
"Kami memang menduga ada potensi tsunami, tapi tidak pernah membayangkan sebesar itu,"
kata dia seperti dikutip dari New York Times. Biasanya, gelombang gergasi seekstrem iu dipicu gempa dengan magnitudo 8 keatas.
Apalagi, gempa yang terjadi di Palu dan Dolangga Jumat lalu adalah sesar mendatar (strike-slip), dimana gerakan bumi sebagian besar horizontal. Gerakan semacam itu biasanya tidak akan menciptakan tsunami. "Tetapi dalam kondisi tertentu, bisa jadi," kata Dr Patton.
Meski bergerak secara horizontal, sesar mendatar kemungkinan memiliki sejumlah gerakan vertikal yang dapat menggerakan air laut.
Atau, zona patahan sesar --yang dalam kasusini diperkirakan sekitar 70 mil ( setara 112 kilometer) panjangnya, dapat melewati area di mana dasar laut bisa naik dan turun, sehingga ketika patahan bergerak selama gempa, ia mampu mendorong air laut di dekatnya.
Kemungkinan lain adalah bahwa tsunami diciptakan secara tidak langsung. Guncangan keras selama gempa bisa jadi menyebabkan longsor bawah laut yang mendorong terjadinya gelombang raksasa.
Sementara, ahli vulkanologi dari Concord University, Janine Krippner menggunakan, tsunami juga dapat dipengaruhi oleh lokasi Kota Palu yang berada di ujung teluk sempit.
"Itu dapat memperkuat tinggi gelombang karena menyalurkan air ke area yang lebih kecil," kata dia.
Garis pantai dan kontur dasar teluk bisa memfokuskan energi gelombang dan mengarahkannya ke ibu kota Sulawesi Tengah itu, meningkatkan ketinggian ombak saat memasuki pantai. Para ilmuwan berpendapat, tsunami Palu bersifat lokal.
Minim Data
Dihubungi terpisah, ahli gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Danny Hilman Natawidjaja juga tak menyangka tsunami sebesar itu menerjang Palu.
"Kaget saya, tidak menyangka ada tsunami," kata Danny.
Alumni California Institute of Technology (Caltech) itu tak mudah untuk menyimpulkan penyebab pasti munculnya gelombang gergasi setinggi hampir 6 meter di pantai Palu.
Apalagi, belum ada penelitian sampai kebawah laut. "Kita saja tidak punya data soal bawah laut Palu. Saya baru dapat pagi ini," kata Danny.
Data tersebut didapatkan dari kolega asing. "Data-data itu yang punya perusahaan minyak karena mereka kan melakukan eksplorasi, tapi tidak dikasih ke penelti. Ini saya dapat dari rekan di luar negeri. Bagaimana coba? Malah orang luar yang kasih kekita."
Danny menjelaskan, gerakan gempa bermagnitudo 7.4 SR terjadi di Palu dan Donggala dominan mendaftar hingga 6 meter. "Tapi ada faktor vertikal sampai kurang lebih 2 meter. Pergerakan itu terjadi karena sesar di bawah laut," tambah dia.
Geografis Palu yang berupa teluk ikut andil membuat kekuatan gelombang berlipat. "Palu itu ada di teluk yang memiliki amplikasi lebih besar."