Diplomat dan akademisi dari Indonesia, Australia, dan Belanda tengah mengkaji prospek keja sama trilateral untuk menwarkan 'solusi jalan tengah' soal situasi geopolitik di INdo-Pasifik.
Ini dilakukan ditengah situasi Indo-Pasifik yang sedang berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian, menyusul upaya sejumlah negara besar seperti China dan Amerika Serikat yang berlomba-lomba untuk menanamkan pengaruh di bidang politik, ekonomi dan keamanan.
"Indo-Pasifik dan Asia tengah mengalami perubahan, dan kami melihat dinamika itu mengkhawatirkan. Ada potensi pelanggaran hukum internasional yangkita sepakati bersama dalam dinamika tersebut," kata Ernesto Braam, Penasihat Strategis Regional dari Kedutaan Belanda untuk Singapura, kepada sejumlah wartawan selepas dialog bertajuk 'Middle Power Promotion of a Rules-Based Order in the Indo-Pasific Region' di Jakarta, Selasa 18 Desember 2018.
Dialog itu merupakan hasil kerja sama antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Jakarta, Kedutaan Australia, Kedutaan Belanda, dan Kementerian Luar Negeri RI.
"Oleh karenanya, dalam dialog ini, kami membahas kembali peran sejumlah hukum internasional, Laut China Selatan dalam geopolitik Info-Pasific, dan hal-hal yang berkaitan," tambahan Braam.
Sentralisasi ASEAN dan Indonesia sebagai Solusi
Braam menjelaskan, para partisipan dalam, kapasitasnya sebagai "diplomat jalur 1,5" yang merupakan kombinasi dari pejabat dan akademisi, mengafirmasi sejumlah hal usai dialog tersebut.
"Kami memahami pentingnya sentralisasi ASEAN dan Indonesia dalam Indo-Pasifik. Terletak di pusat Indo Pasifik dan posisiinya sebagai negara Asia Tenggara, membuat Indonesia memiliki peranan penting," tambah Braam.
Mengomentari tentang sentralisasi ASEAN, Allaster Cox, Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia mengatakan, "Kita ingin agar Indonesia dan ASEAN, yang berada di tengah-tengah dinamika Indo-Pasifik, untuk memelihara stabilitas dan keteraturan yang ada."
Para partisipan juga sepakat untuk menjamin kepatuhan negara-negara yang terlibat di Indo-Pasifik terhadap hukum internasional yang disepakati, terutama, UN Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
"Semua negara punya kewajiban untuk menegakkan hukum internasional, baik itu Australia, Belanda, dan Indonesia," ujar Cox.
Bram menambahkan bahwa para diplomat dan akademisi dari ketiga negara berniat untuk bersama-sama berperan mengawasi dinamika yang ada di Indo Pasifik.
"Proposal ini, jika terwujud, akan membentuk peran ketiga negara untuk memonitor (Indo-Pasific), apakah ada peraturan internasional yang dilanggar pada waktu mendatang," ujar diplomat Belanda itu.
Ketika ditanya apakah China akan keliru menginterpretasikan prospek ketiga pihak sebagai sebuah "blok" baru, disamping AS yang juga telah menanamkan pengaruh di Indo Pasifik, Braam mengatakan:
"Negara yang patuh terhadap peraturan internasional seharusnya tak boleh menginterpretasikan hal-hal ini sebagai ancaman. China, juga AS, seharusnya juga tidak demikian."
Partisipan juga menyepakati pentingnya bekerjasama dalam bidang keamanan siber, perdagangan dan ekonomi global, serta pelestarian lingkungan maritim.
Allaster Cox menambahkan bahwa para partisipan, dalam kapasitasnya sebagai diplomat dan akademisi, akan menindaklanjuti dialog tersebut beserta hasilnya untuk menjadi sebuah kerja sama konkret.