24-1-1972: Malu Pulang karena Kalah Perang, Tentara Jepang Ini Tinggal 28 Tahun dalam Hutan

Shoichi Yokoi tinggal di hutan selama hampir 30 tahun. Ia terlalu malu untuk pulang ke tanah airnya.

Malam itu, 24 Januari 1972, Jesus Duenas dan Manuel De Gracia sedang memasang perangkap udang di sepanjnag Sungai Talofofo, Guam. Tiba-tiba seorang pria muncul dan menyerang mereka.

Awalnya, Duenas dan Gracia mengira pria itu adlaah penduduk lokal. Sama sekali tak terbesit dalam pikiran mereka, lelaku sepuh itu seorang tentang tentara Perang Dunia II yang masih bersembunyi dihutan dalam bahaya.

Terkejut dengan penampakan manusia lain, si penyerang mencoba meraih salah satu senapan pemburu yang dibawa Duenas dan Gracia.

Dua lawan satu, Duenas dan Gracia berhasil membekuk dan membawanya keluar hutan, ke desa terdekat. Sepanjnag jalan pria itu menangis, memohon untuk tidak dibunuh.

Kemudian, kebenaran akhirnya terkuak: pria tersebut adalah tentara Jepang. Namanya Shoichi Yokoi. Usianya 57 tahun.

"Ia sungguh pani,"kata Omi Hatashin, keponakan Yokou seperti dikutip dari BBC News.

"Dia khawatir mereka akan membawanya sebagai tahanan perang --yang akan menjadi aib terbesar seorang tentara Jepang dan bagi keluarganya di rumah,: kata Hatashin.

Shoichi Yokoi pernah bertugas di Divisi Infantri Ke-29 di Machuria sebelum akhirnya dipindah ke Resimen Ke-8 di Kepulauan Mariana. Ia tiba Guam pada Februari 1943 dan masih ada disana ketika pada 1944 Amerika menguasai pulai itu.

Selama Perang Guam, Yokoi melarikan diri bersama sembilan tentara Jepang lainnya ke dalam hutan. Namun, belakangan, hanya tiga yang tetap tinggal.

Ketika lelaki itu secara tidak sengaja mulai tinggal dihitan. Menghilangkan semua jejak yang mereka tinggalkan. Ketiganya terus berada disana selama hampir 30 tahun.

Mereka tinggal ditempat terpisah namun kerap saling mengunjungisatu sama lain -- mirip tetangga sejati.

Sayangnya, teman-teman  Yokoi meninggal akibat musibah banjir pada tahun 1964, jadi selama delapan tahun ia tetap sendirian di hutan, masih berharap kawan-kawannya yang duluan pergi akan kembali.

Yokoi membuat jebakan dari alang-alang liar untuk menangkap belut. Dia juga menggali bunker untuk tempat berlindung dibawah tanah, yang ditopang kerangka bambu yang kuat.

Untuk mengalihkan kerinduan pada ibunya yang sudah lanjut usia, suatu ketikaia menulis, "Tidak ada gunanya membangkitkan rasa sakit di hati denang memikirkan hal-hal seperti itu."

Dan, saat sakit parah, ia menulis, "Tidak! Aku tidak bisa mati di sini. Aku tidak bisa menguak jasadku kemusuh. Aku harus kembali ke bunker untuk mati. Sejauh ini akutelah berhasil bertahan hidup tetapi semua akan sia-sia sekarang."

Menariknya, setelah ditangkap, Yokoi mengatu tahu benar perang telah berakhir pada 1945, namun ia malu berat untuk pulang.

Para tentara Jepang diajarkan bahwa lebih terhormat untuk mati daripada ditangkap oleh musuh.

"Ini sangat memalukan, tapi saya telah kembali,"kata dia saat menginjakkan kaki di Jepang, seperti di kutip dari The Vintage News, Rabu (23/1/2019).


Pulang ke Jepang

Tentara Jepang pada Perang Dunia II (Wikimedia Commons)

Shoichi Yokoi juga menyampaikan pesan pada Kaisar Hirohito, meski ia belum pernah bertemu dengan penguasa Negeri Sakura itu.

"Tuanku, saya telah kembali...Saya sangat menyesal karena saya tidakdapat melayani Anda dengan baik. Dunia telah berubah, tapi tekad saya untk melayani Anda tidak akan pernah berubah."

Setelah Yokoi kembali, ia menikah dan menjadi bintang televisi yang populer. Pria itu juga jadi motivator.

Pada 1977, sebuah film dokumenter tentang petualangannya dirilis. Judulnya dalam Bahasa Inggris, Yokoi and His Twenty-Eight Years of Secret Life on Guam.

Ia juga menulis otobiografi tentang kehidupannya di hutan. Yokoi meninggal pada tahun 1997 karena serangan jantung. Petualangannya paripurna pada usia 82 tahun.

Yokoi adalah salah satu dari tiga prajurit yang menolak kalah usai perang berakhir ada 1945. Ia bary menyerah 30 tahun setelah perang berakhir. Setelahnya, ada Hiroo Onoda dan Teruo Nakamura.

Hiroo Onoda memilih tinggal di pedalaman hutan di Pulau Lubang, dekat Luzon, Filipina selama 29 tahun, hingga 1974. Ia tak percaya perang sudah berakhir.

Kala itu, saat Perang Dunia II hampir usai, prajurit Onoda tersudut di Pulau Lubang oleh pasukan Amerika Serikat yang merangsek ke utara.

Prajurit muda itu terdesak. Tapi ia diperintahkan untuk tidak menyerah. Perintah yang ia patuhi selama 3 dekade.

"Setiap prajurit Jepang bersiap untuk mati. Namun, sebagai seorang perwira intelijen, aku diperintahkan untuk meneruskan perang geriliya. Dan tak boleh mati," kata Onoda dalam wawancara dengan ABC tahun 2010 silam, seperti dimuat BBC, Jumat 17 Januari 2014.

Sementara, Teruo Nakamura ditempatkan di pulau Morotai, Halmahera, Indonesia pada tahun 1944, bersamaan ketika pasukan Sekutu melancarkan serangan dan berhasil mengatasi perlawanan Jepang di kawasan.

Si prajurit rendah barhasil menyelamatkan diri ke kawasan hutan pulau Morotai, demi menghindari penangkapan pasukan Sekutu.

Ia bertahan hidup dengan segala cara yang dianggap perlu. Hingga pada 1974, ia ditemukan oleh aparat setempat dan dipulangkan ke Taiwan.