Siapapun yang menjadi orangtua, mengasuh anak, atau hanya bergaul degan anak kecil kemungkinan memiliki cerita tentang mereka yang mengaku melihat hantu.
Selalu menyeramkan ketika ini terjadi, dan sulit untuk tidak bertanya-tanya pakah anak itu benar-benar melihat hantu, atau paling tidak, melihat hal-hal yang tidak bisa Anda lihat.
Menurut Aleta G. Angelosante PhD, seorang psikiater anak dan remaja di NYU Langone, mungkin ada penjelasan yang sangat normal ketika anak-anak seolah mengaku melihat hantu atau hal seram yang tidak kasat mata, demikian sebagaimana dikutip dari Refinery29.com.
Angelosante mengatakan bahwa keterampilan persepsi manusia berkembang sepanjang masa kanak-kanak, jadi jika seorang anak kecil melihat sesuatu dari sudut mata mereka, ada kemungkinan mereka salah mengartikan benda apa itu sebenarnya. Dan di situlah imajinasi mereka benar-benar berperan.
"Sementara orang dewasa mungkin mengabaikan sesuatu yang mereka lihat dengan cepat dari sudut mata mereka sebagai "tidak nyata", atau tidak memiliki penjelasan berbasis kenyataan, anak-anak mungkin bersikeras mereka melihat hantu,peri, atau makhluk tak kasat mata lainnya," kata Angelosante.
Jadi, jika suatu ketika anak kecil bercerita tentang hantu yang besembunyi dilemari, ada kemungkinan mereka hanya melihat bayangan pakaian yang digantung, dan memproses visual tersebut sebagai sesuatu yang aneh untuk mereka.
Dalam kasus-kasus ini, Angelosante merekomendasikan untuk mengabaikan kekhawatiran mereka, sambil membantu lebih memahami batas-batas antara kenyataan dan fantasi.
"Bahkan, menjelaskan realitas situasi pada akhirnya dapat membantu mengurangi ketakutan mereka," katanya.
Jangan Terlalu Menanggapi
Tetapi, Angelosante menambahkan, anak mungkin kisah melihat visual menyeramkan karena alasan yang sangat khusus."Banyak orang memerhatikan kegundahan anak dan menanggapi hal sebaliknya, atau berusaha menenangkan. Hal ini justru dapat membuat anak teringat kembali akan pengalaman visual menyeramkan yang dialaminya," katanya.
Angelosante menyarankan untuk tidak terlalu lama menanggapi ketakutan sang anak, dan berusaha mengalihakan perhatiannya ke hal-hal yang lebih menarik, seperti perntanyaan tentang kegiatan bermain dengan teman-temannya, atau membacakan buku cerita.
"Lebih baik mengabaikan ketakutan anak dengan mengalihkan pada hal-hal lain yang lebih menarik, dibandingkan membantah apa yang mereka yakini, karena hal itu akan membuat mereka lambat laun melupakan ketakutannya," jelasnya.
Pada kenyataannya, menurut Angelosante, anak-anak yang pengakuan akan pengalaman visual seramnya dibantah, cenderung mengulangi keluhan serupa di kemudian hari, dan bajkan bisa mendorongnya menjadi sebuah fobia tersendiri.