(REVIEW) Sea of Solitude

Sea of Solitude

Siapa tak kenal Electronic Arts? Sebuah perusahaan besar di industri game yang terkenal menerbitkan banyak judul game hit ini baru saja merilis game berjudul Sea of Solitude. Game bertema petualangan ini ternyata merupakan game besutan EA Originals kedua setelah A Way Out.

Tentu banyak yang berharap kalau garapan Sea of Solitude bisa sebanding sama prestasi A Way Out yang telah memenangkan BAFTA Games Awards 2019 untuk kategori multiplayer. Apakah Sea of Solitude sebagai game besutan EA Originals yang terkenal mendobrak bisa dibayar? Simak ulasannya berikut ini!


Grafis yang Membangun Suasana

Sekilas, pembawaan Sea of Solitude terlihat memikat berkat gaya grafis yang unik. Pemain bakal melihat artistik yang sederhana dengan penekanan warna yang sangat bias. Latar laut yang kita arungi berubah gelap dan terang seiring dengan mood cerita di dalam game.

Hal ini dinarasikan cukup baik di dalam game. Pemain bakal memakai karakter bernama Kay yang diceritakan kehilangan seluruh ingatannya karena bencana besar yang membanjiri seluruh dunia. Dirinya bermutasi menjadi hitam pekat sementara banyak bangunan dan laut yang masih berwarna cerah.

Sea of Solitude

Kekuatan graik terlihat bisa membangun suasana di dalam game. Seiring waktu, semakkin chaos keadaan yang dialami oleh Kay, warna gelap serta distorsi membuat ketegangan jadi lebih intens. Ketika konflik berangsur mereda, perlahan warna cerah bakal membuat suasana jadi lebih syahdu.


Perjalanan Panjang yang Sangat Liris

Dengan gameplay platformer yang sederhana, Sea of Solitude berfokus sama perjalanan karakter dan narasi yang cukup panjang. Ada 12 chapter yang bisa pemain arungi dengan pembawaan yang berbeda-beda di setiap bagiannya. Kurang lebih butuh sekitar 4 jam permainan untuk pemain bisa menyelesaikan permainan di dalam Sea of Solitude.

Seiring waktu, pembawaan chapter di dalam game ini berhasil menciptakan suspensi yang terbentuk dengan cukup baik. Semua dimulai sat pemain menemukan seorang gadis yang berpendar dan kemudian dia sebut sebagai Glowy.

Sea of Solitude

Ketika enggak bersaa Glowly, latar permainan bakal langsung berubah dengan sangat gelap. Di sepanjang perjalanan, Glowy selalu terjebak masalah dan Kay bakal mendapatkan fragmen ingatan-ingatan  yang tercecer disepanjang lokasi permainan. Menuju akhir permainan, pemain bakal menemukan arti dari perjalanan panjang Kay mengarungi laut kesendirian miliknya ini.


Konflik Cerita dan Simbolisme

Dari pergerakan cerita di dalam game ini, terlihat kalau itensi Jo-Mei selaku pengembang membuat narasi yang sederhana. selain Glowly, pemain bakal menemukan kalau banyak monster hasil mutasi punya hubungan yang sangat dekat dengan Kay.

Uniknya, para karakter disimbolkan sebagai makhluk-makhluk baru. Beberapa dari mereka tumbuh besar dan menjadi sesosok bayangan hitam besar denga ntubuh serupa hewan buas.

Sedikit mengambil contoh adalah karakter adik Kay yang di-bully di sekolah dan berbah menjadi sesosok burung gagak yang besar. Kay diharuskan untuk menenangkan adiknya yang sedih lantaran enggak memiliki teman. Seiring perjalanan untuk menggeanapkan ingatannya yang lain, Kay bakal kembali dipertemukan sama orang-orang terdekarnya.



Permainan yang Terlalu Sederhana

Kehadiran sosok mutan besar yang menghadapi perjalanan Kay muncul cukup sering. Karakter-karakter ini berperan menjadi semacam karakter bos di dalam game.

Sayangnya, enggak banyak interaksi yang bisa dilakukan. Ketika mengkonfrontasi makhluk-makhluk ini, enggak banyak interaksi pertarungan sengit. Justru pemain harus memecahkan teka-teki yang frekuensinya sangat jarang. Alhasil, permainan terasa hambar dan enggak dipenuhi banyak tantangan.

Karakter Kay yang kita pakai enggak punya preferensi senjata atau bahkan gameplay untuk menyerang. Seperti walking simulator, pemain hanya ditunjuk untuk menemukan jalan dan menyikap jalan cerita yang ada.

Pemain hanya bisa menggunakan satu-satunya fitur Kay untuk melempar suar cahaya. Suar ini punya fungsi utama untuk mencari jalan dan membuat pemain enggak bakal kesusahan.

Sea of Solitude

Menuju pertengahan permainan, tantangan yang harus dihadapi oleh Kay enggak banyak yang berkesan. Frekuensi monster yang repetitif namun enggak banyak berinteraksi sedikit membuat permainan jadi sangat menjenuhkan. Sebagai contoh, untuk menghindari monster yang memangsa di bawah laut, Kay hanya diharuskan meloncat ke atas benda yang terapung. 

Sea of Solitude

Sayangnya Jo-Mei enggak menawarkan hal lain untuk mengisi kesenjangan gameplay yang ada di game ini. Setelah menuntaskan petualangan, pemain hanya bisa memilih chapter untukk melengkapi collectibles yang tertinggal.

Selain mendapatkan achievement, game ini bakal menghadiahi pemain yang bisa mengoleksi Bottled Message dan Seagulls dengan fragmen cerita dan konsep artistik game. Enggak ada semacam rewarding lain yang bisa mereka tawarkan selain eksploitasi cerita serta artwork.

Meski terlalu sederhana, sebenarnya  permainan di dalam Sea of Solitude bisa dibilang mengembalikan esensi petualangan platformer yang cukup sering  dihilangkan. Sayangnya karena terlalu sering, game ini membunuh kesenangan yang seharusnya bisa mereka sajikan.

Akhir permainan juga dirasa terlalu datar padahal seharusnya bisa memberikan konflik yang memecahkan suasana lantaran babak awal dan pertengahan game ini terlalu sunyi. Jika saja diinovasi dengan bentuk aktivitas yang baru. perjalanan Kay bakal lebih menarik.

Buat kalian yang suka sama konsep game narasi yang enggak menawarkan aksi sama sekali, Sea of Solitude sangat cocok buat kalian. Apalagi buat kalian yang memang penasaran dan ingin mendapatkan suapan artistik yang sangat orisinal dari game ini. Sayangnya game in hanya bisa dimainkan satu kali saja lantaran kesannya enggak bakal bertambah jika dimainkan kembali.