Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, pada Sabtu 20 Oktober 2018 waktu setempat, menunda penggusuran paksa satu desa Palestina yang dihuni suku Bedounin di Tepi Barat yang diduduki oleh Israel, kata seorang pebajabat pemerintah.
Nasib Desa Khan al-Ahmar telah mengundang keprihatinan internasional saat Israel mengatakan berencana untuk menggusur desa itu --sebuah kamp yang di tinggali 180 orang-- pada September 2018 lalu.
Penduduknya, didukung oleh para aktivis asing yang telah berkumpul di lokasi itu, telah menunggu buldoser yang bisa datang sewaktu-waktu sejak tenggat akhir penggusuran pada 1 Oktober 2018.
Israel telah memerintahkan para penduduk untuk menggusur rumah mereka sendiri usai tenggat waktu itu lewat.
"Kami akan waspada dan siap untuk menghadapi penggusuran sampai berita (mengenai penundaan) telah dikukuhkan," kata Walid Assaf, seorang Mentri Otoritas 12 kilometer dari wilayah awal, dekat dengan sebuah tempat pembuangan.
Tapi seorang pejabat di kator PM Benjamin Netanyahu, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan bahwa sebuah rencana relokasi alternatif sedang dipelajari, berkoordinasi dengan Otoritas Palestina.
"Tujuannya adalah untuk mengutamakan negosiasi sepenuhnya dan (mempelajari) rencana-rencana yang diusulkan oleh berbagai pihak, termasuk (usulan yang baru diterima) dalam beberapa hari terakhir," kata pejabat Israel itu.
Usai Kritik dari Mahkama Pidana International
Kabar penundaan itu muncul beberapa hari usai jaksa Mahkama Pidana International, Fatou Bensouda, pada Rabu 17 Oktober mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penggusuran dan pembongkaran Khan al-Ahmar dapat merupakan kejahatan perang.
Ia juga mengatakan bahwa PBB, Uni Eropa, dan kelompok HAM telah mendesak Israel untuk tidak menggusur desa itu, karena akan berdampak buruk bagi penghuni prospek perdamaian antara Israel-Palestina.
Khan al-Ahmar dan Proyek Perluasan Pemukiman Israel
Desa Khan al-Ahmar terletak beberapa kilometer dari Yerusalem, di antara dua pemungkiman ilegal Israer utama, Maale Adumim dan Kfar Adumim, yang ingin dikembangkan oleh pemerintah Israel.
Penghapusan desa yang mayoritas dihuni oleh Suku Badui itu memungkinkan pemerintahan Israel untuk secara efektif memotong Tepi Barat menjadi dua.
Penduduk desa adalah anggota Suku Badui Jahalin, yang diusir dari tanah mereka di gurun Naqab (Negev) oleh militer Israel pada 1950-an.
Mereka mengungsi dua kali, sebelum mereka menetap di Khan al-Ahmar, jauh sebelum pemungkiman ilegal Israel di sekitarnya ada.
Komunitas kecil dari 40 keluarga tinggal di tenda-tenda dan gubuk-gubuk di Area C menurut klasifikasi Persetujuan Oslo 1993. Area C menyumbang 60 persen dari total luas Tepi Barat dan berada di bawah kendali administrasi ilegal Yahudi di sana.
Data PBB menunjukan otoritas Israel telah menyetujui hanya 1,5 persen dari semua permintaan izin pengembangan pemungkiman warga Palestina antara 2010 dan 2014.
Pada awala Juli, buldoser Israel menghancurkan sejumlah tenda dan bangunan lain di Khan al-Ahmer, yang memicu konfrontasi dengan penduduk setempat.