UMP 2019 Naik 8,03 Persen



Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen. Angka ini berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik. (BPS).

Dikutip dari surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8.240/M-Naker/PHI9SK-Upah/X/2018 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2018 per 15 Oktober 2018.



"Data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan produk domestik bruto) yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2019 bersumber dari Badan Pusat  Statistik Republikl Indonesia (BPS RI)," bunyi SE tersebut seperti yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Selasa (16/10/2018).

Berdasarkan Surat Kepala BPS RI Nomor B-216/BPS/1000/10/2018 Tanggal 4 Oktober 2018. Inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai berikut.

a. Inflasi Nasional sebesar 2,88 persen

b. Pertumbuhan Ekonomi Nasional (Pertumbuhan PDB) sebesar 5,15 persen

"Dengan demikian, kenaikan UMP dan/atau IMK Tahun 2019 berdasarkan data inflasi Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional yaitu 8,03 persen," demikian tertulis dalam SE tersebut



AJI: Perusahaan Media Beri Upah di Bawah UMP Terancam Pidana


Sebelumnya, Koordinator Survei Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Hayati Nupus, mengatakan setiap perusahaan media harus memberikan upah layak kepada karyawannya sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP). Bila hal itu diabadikan perusahaan, maka pidana penjara menanti.

"Undang-Undang ketenagakerjaan tegas mengatur. Dan ada petensi pidananya. Kalau terbukti, hukumannya 1 sampai 4 tahun subsider Rp 100 juta," ucap Anggota AJI Jakarta Hayati Nupus dikantornya, Jakarta, Minggu (14/10/2018).

Pasal 90 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebut; "Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 89."

Sedangkan dalam Pasal 185 ayat 1 disebutkan; "Barang siapa melanggar ketentuan sebagai mana dimaksud dalam Pasal42 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 68,Pasal 69 ayat 2, Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat 1, Pasal 143, dan Pasal 160 ayat 4 dan ayat 7, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)."

Sedangkan ayat 2 menyebut: "Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 merupakan tindak pidana kejahatan."

Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim menyebut, AJI sebatas membantu untuk menyampaikan ke LBH pers jika ada yang mengalami masalah ini. Dan untuk masalah ini bisa di bawa ke Bidang Pengawasan Dinas Ketenagakerjaan.

"Kalau misal perusahaan di bawah UMP, ini bisa ke Dinas Ketangakerjaan. Mereka responsif," jelas Ahmad.

Meski demikian, selama ini baik AJI maupun LBH Pers, kebanyakan menerima soal PHK. Ataupun demosi gajiannya berkurang.

"Sampai detik ini, AJI atau LBH Pers kebanyakan menerima yang diancam PHK, atau demosi gajinya berkurang," Ahmad memungkasi.