Pesawat Israel menargetkan dua posisi Hamas di Jalur Gaza Palestina pada Minggu 24 Maret 2019 pagi waktu lokal. Serangan udara itu, klaim militer, merupakan respons atas kiriman perangkat peledak rakitan yang diduga dikirim dari Gaza ke pemungkiman Israel.
Peristiwa itu terjadi hanya beberapa hari setelah kementerian kesehatan di Gaza mengumumkan kematian seorang Palestina yang terluka sebelumnya dalam protes terhadap pasukan Israel.
Aktivis Palestina telah menerbangkan layang-layang dan balon berapi ke Israel sebagai bagian dari protes yang sedang berlangsung di sepanjang zona penyangga Gaza-Israel.
Menurut pejabat Israel, senjata udara rakitan telah menyebabkan sejumlah kebakaran di dalam pemungkiman Israel, menyebabkan kerusakan material yang signifikan tetapi tidak mengakibatkan kematian atau cedera.
"Menanggapi beberapa perangkat peledak yang dilemparkan dan meledak selama kerusuhan Gaza dekat pagar perbatasan Israel malam ini, sebuah pesawat IDF menargetkan dua pos Hamas di Jalur Gaza selatan," sebuah pernyataan dari militer berbunyi, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Namun, menurut laporan kantor berita Anadolu Ajansi, pesawat-pesawat tempur Israel menyerang posisi di kamp pengungsi Al Awda, sebelah timur Rafah di Jalur Gaza selatan.
Tidak ada laporan langsung tenttang korban di Gaza usai serangan udara itu.
Kematian Warga Gaza oleh Israel
Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan kematian Habib al Masri yang berusia 24 tahun, yang ditembak dan terluka selama protes terhadap tentara Israel pada Sabtu 23 Maret 2019. Namun, kementerian tidak memberikan rincian kapan dia terluka.
Sedangkan pada Jumat 22 Maret, dua warga Palestina terbunuh oleh pasukan Israel selama protes Jumat mingguan di Jalur Gaza yang dikepung, menurut para pejabat.
Ashraf al Qidra, juru bicara kementerian kesehatan, mengatakan dua demonstran laki-laki berusia 18 dan 29 tahun - ditembak dalam insiden terpisah dekat pagar Israel di timur Jalur Gaza.
Dan pada hari Sabtu, tentara Israel melancarkan dua serangan udara terpisah terhadap kelompok-kelompok Palestina di Gaza yang diduga menerbangkan balon yang dilengkapi dengan bahan peledak ke Israel.
Kementerian kesehatan Gaza mengatakan dua warga Palestina telah terluka.
Pemipin Hamas Ismail Haniya menyerukan partisipasi massa untuk protes perbatasan pada peringatan pertama demonstrasi pada 30 Maret 2019 mendatang.
Israel menganggap Hamas bertanggung jawabb atas semua serangan dari Gaza, yang dikendalikan oleh kelompok itu sejak 2007.
Dewan HAM PBB Mengutuk
Menyikapi kekerasan terbaru di perbatasan Israel - Gaza, pada Jumat 22 Maret 2019, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk "penggunaan kekuatan mematikan yang disengaja dan kekuatan berlebihan lainnya" terhadap demonstran sipil di Gaza, dan menyerukan para pelaku bertanggungjawab secara hukum.
Pada hari terakhir dari sesi empat minggu, forum yang berbasis di Jenewa mengadopsi resolusi tentang akuntabilitas, yang dibawa oleh Pakistan atas nama Organisasi untuk Kerjasama Islam (OKI). Tindakan itu didukung oleh 23 negara, sementara delapan memilih menentang dan 15 abstain. Satu delegasi tidak hadir.
Resolusi itu menyerukan untuk bekerja sama dengan pemeriksaan pendahuluan yang dibuka oleh Pengadilan Pidana Internasional pada tahun 2015 terhadap dugaan pelanggaran HAM Israel.
Langkah itu didasarkan pada laporan penyelidikan PBB yang mengatakan bahwa pasukan keamanan Israel mungkin telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam membunuh 189 warga Palestina dan melukai lebih dari 6.100 klainnya pada protes mingguan tahun lalu.
"Penargetan warga sipil adalah masalah serius yang tidak boleh dimaafkan,'' kata Ibrahim Kharaisi, duta besar Palestina, mengutip laporan itu. Jumlah korban termasuk 35 anak-anak Palestina, dua jurnalis dan pekerja mesdis, tambahnya.
Lebih dari 250 pengunjuk rasa telah terbunuh sejak Palestina mulai mengadakan demonstrasi reguler disepanjang zona penyangga Gaza-Israel pada Maret tahun lalu.
Demonstran menuntut hak para pengungsi Palestina unutk kembali ke rumah mereka di Palestina yang bersejarah dimana mereka terusir pada tahun 1948 untuk memberi jalan bagi negara baru Israel.
Mereka juga menuntut diakhirinya blokade 12 tahun Israel di Jalur Gaza, yang telah menghancurkan ekonomi dan merampas sekitar dua juta penduduk dari banyak komoditas pokok.