Belum lama ini, sebuah provider lokal memboyong game bertajuk Lord of Estera untuk platform mobile. Jadi sebuah game bertema RPG dan mengusung pertarungan kartu membuat game ini tampak memikat. Tapi, apakah pada akhirnya Lord of Estera mampu menawarkan kebaruan atau justru menyita banyak mikrotransaksi buat pemainnya? Simak ulasannya berikut ini!
Grafis Nanggung yang Enggak Berkesan
Ketika pertama mencoba Lords of Estera, tawanan visual yang mereka sajikan seakan enggak menimbulkan hasrat bermain. Karakter dengan komposisi kepala lebih besar alias bloby tampak enggak menggairahkan. Untuk game bertema kartu, kekuatan karakter di dalam game sepertinya penting untuk mengikat para pemain.
Di dalam permainan, tampilan karakter yang enggak berkesan ini membuat permainan yang disajikan enggak membawa keseruan. Apalagi, sudut pandang yang dipilih oleh game ini diagonal. Ini membuat permainan enggak presisi.
Jika harus dibandingkan, tengok saja beberapa contoh game dengan jenis permainan sama seperti Clash Royale atau South Park: Phone Destroyer yang sama-sama mengimplementasikan simetri di dalam arena pertandingannya.
Interface Ruwet, Fitur Amburadul
Setelah menyelesaikan tutorial hingga mampu bebas memilih permainan di dalam Lord of Estera, game ini menampilkan layar menu yang sangat berantakan. Baru kali ini rasanya ada sebuah game yang layar menunya lebih berat ketimbang gameplay.
Jika sang pengembang mau lebih teliti menggarap gamenya, harusnya sajian reward maupun fitur lain yang mereka kembangkan bisa disedarhanakan. Alih-alih menyediakan kemampuan buat pemain, game ini malah lebih percaya kalau mencampur banyak fitur reward dan variabel lainnya bakal lebih seru. Setidaknya jika mereka mau merapikan konten visual lebih dulu.
Sekilas, pemain mungkin mendapatkan ilusi kalau game ini bakal menghadirkan banyak hal. Seiring waktu progresi bisa pemain dapatkan jika terus bermain. Sayangnya, ini cuma tipuan agar kalian mau berkomitmen memainkan game ini untuk waktu yang lama. Untuk tahun 2019, konten sistem reward yang beragam maupun bayaknya kegiatan bermain sudah enggak cocok lagi.
Tengok saja kehadiran aspek bangunan di dalam game ini. Bukanya memberi pertimbangan, pemain bisa seolah-olah dengan mudah mengembangkan bangunan dengan satu resource kayu yang didapatkan dari pertarungan (?). Mereka juga hadir tanpa layout yang bisa diatur sehingga kehadirannya terkesan hanya menambah pekerjaan.
Biasanya, game pertarungan kartu mampu menawarkan campaign yang berkesan. Sayangnya, lagi-lagi game ini terkesan repetitif lantaran membawa pola yang sama dalam mode single-player miliknya.
Permainan Real-time Card Battle yang Enggak Maksimal
Diluar fitur yang menjemukan, game ini juga enggak menawarka hal menarik dari segi permainan real-time card battle yang mereka usung. Dari lima sistem kelas hingga lebih dari 60 karakter yang ditawarkan, game ini memberi komposisi yang enggak seimbang lantaran salah memberdayakan sistem pengembangan karakter.
Seakan menggunakan pola dalam game RPG kartu yang pemain miliki dengan beragam grade enggak terlihat seimbang. Berkat pengembangan karakter yang berlebihan, para karakter legendaris punya poin serang yang sangat besar. Hal ini tentu sangat mencederai keseimbangan dari karakter.
Untuk permainan serupa, beberapa variasi yang ditawarkan terlihat belum mampu menawarkan hal baru. Karakter dengan kemampuan tank dan area terlihat menghiasi permainan. Hal ini dirasa sangat kaku dan enggak membawa variasi yang berarti.
Mikrotransaksi dan Penyakit Pay to Win
Dilihat dari suguhan mikrotransaksi, Lord of Estera membawa banyak reward yang bakal membuat pemain yang membeli premium punya segudang keunggulan. Enggak hanya harus melakukan gatcha, level VIP yang mereka berdayakan membuat gap yan gsangat jauh. Para kartu legendaris mereka bagikan bagi siapapun yang rela membakar uang jutaan rupiah.
Sistem yang diberlakukan oleh Lord of Estera terikat sama sever. Dengan begini siapapun ingin menjadi yang terbaik di server baru. Wajar kalau pada akhirnya kita bakal melihat pluluhan bahkan mungkin ratusan server yang bakal dibuka oleh game ini untuk menarik perhatian orang yang mau membakar uang di dalam game.
Bukan rahasia umum kalau semacam ini bakal memberatkan pemain. Pasalnya, selalu ada kabar miring kalau sang pengembang juga membuat karakter bayangan yang punya level VIP tinggi untuk membuat salty para pemain. Semoga saja ini enggak dilakukan oleh sang pengembang.
Untuk tahun 2019, sistem mikrotransaksi hingga pengembangan karakter yang dipakai di Lord of Estera sudah enggak cocok lagi. Kabarnya, game ini sempata dirilis pada waktu ke belakang dengan nama lain. Entah alasan apa Telkomsel dan DuniaGames mau-maunya menghidupkan sebuah game lama. Apakah mereka tergode dengan kemungkinan mikrotransaksi di dalamnya?