Pastinya kalian sudah mendengar desas-desis soal pertimbangan Majelis Ulama Indonesia mengharamkan game PUBG. Game besutan Tencent ini menjadi sorotan setelah Ketua MUI Jawa Barat, yaitu Rahmat Syafei, melihat kasus aksi teror yang terjadi di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru. Ditambah lagi, upaya ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, seperti dilansir Detik.
Wacana ini tentu menimbulkan pro-kontra di dalam masyarakat. Apakah keputusan mengharamkan game ini menjadi sebuah solusi untuk melindungi masyarakat? Benarkah PUBG dan game lain sejenisnya layak disalahkan karena menginspirasi tindak terorisme? Ataukah, sebenarnya ada hal lain yang bisa menjadi pertimbangan sebagai penyebab maraknya kasus teror di berbagai belahan dunia?
Jika memang nantinya MUI secara resmi mengharamkan game ini, tentu ada dampak besar yang akan dirasakan masyarakat dan pihak-pihak lain. Kira-kira, inilah yang bakal terjadi kalau PUBG diharamkan di Indonesia!
1. Pengembang & Penerbit Luar Ragu Memasarkan Game di Indonesia
Menurut data statistik yang dimuat oleh Statista.com, pada tahun ini, pasar game di Indonesia mampu mendatangkan pendapatan sebesar 624 juta dolar Amerika. Data ini menunjukkan bahwa indonesia merupakan lahan basah yang menjadi incaran para pengembang game dari luar negeri.
Angka ini masih bisa terus bertambah pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai bahan pertimbangan lain, besarnya angka pendapatan ini memberikan pengaruh pada kondisi finansial Indonesia.
Meski demikian, melihat kasus pertimbangan MUI untuk mengharamkan PUBG, rasanya tidak mungkin PUBG Corporation dan Tencent memaksakan diri untuk mengubah konten yang sudah ada agar terus berada di segmen pasar bisni Indonesia. Besar kemungkinan, mereka lebih memilih negara lain untuk dijadikan target pemasaran.
Hal ini juga akan memiliki efek yang sama terhadap pengembang dan penerbit lain yang ingin memasarkan produk dengan konsep serupa dengan PUBG M. Apalagi, genre battle royale sedang marak-maraknya di lakangan pecinta game secara global.
2. Ruang Lingkup Esports Indonesia Bakal Mengecil
Adanya game bergenre battle royale di Indonesia menjad sarana yang baik bagi skena kompetitif esports Tanah Air. Pasalnya, komunitas game ini di Indonesia memiliki jumlah yang besar. Menurut data statistik yang diungkap Pocket Gamer, game bergenre battle royale unuk perangkat mobile (PUBG M, Rules of Survival, dan Free Fire) di Indonesia menyentuh angka 90 juta pemain. Bisa saja, diantaranya terdapat talenta-talenta berbakat yang dapat membawa nama Indonesia di kancah internasional.
Di ranah PUBG, Bigetron pernah menjadi perwakilan dari Indonesia pada PMSC Global Final di Dubai setelah berhasil menjuarai PINC 2018 yang diadakan di Jakarta. Luxxy Bersaudara menjadi perwakilan termuda yang mengikuti turnamen tersebut. Merka memang belum meraih gelar juara. Namun, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia juga bisa berprestasi melalui game kompetitif.
Seperti yang kita ketahui, saat ini Pemerintah Indonesia mulai memperhatikan potensi esports sebagai pendukung ekonomi negara yang melibatkan kreasi generasi muda. Dengan diadakannya Piala Presiden Esports, Pemerintah Indonesia ingin ekosistem esports Indonesia bisa lebih maju lagi sehingga bisa bersaing di tingkat internasional. Seoga saja mereka bisa menunjukkan konsistensi dan mengambil langkah bijak dalam menanggapi pertimbangan MUI ini.
3. Game Lain Juga Kena Fatwa Haram
Salah satu penyebab MUI mempertimbangkan untuk mengharamkan PUBG adalah adanya konten kekerasan di dalamnya, termasuk penggunaan senjata api dan peledak. Dilansir dari Detik, MUI khawatir bahwa konten yang dihadirkan oleh game tersebut bisa menginspirasi seseorang untnuk melakukan aksi teror di kehidupan nyata.
Kalau kecemasan pihak MUI dinilai beralasan, tidak adil rasanya jika hanya PUBG yang diharamkan. Bagaimana dengan nasib game lain yang berisikan konten sejenis? Sebut saja Free Fire, Rules of Survival, dan judul baru yang sekarang sedang digandrungi, Apex Legends.
Banyak game yang mengandung unsur kekerasan. Kita tentu paham dengan brutalnya ortal Kombat, Grand Theft Auto, ataupun Watch Dogs. Namun, pihak pengembang dan penerbit sudah serius memberikan peringatan melalui label dan rating setiap produk mereka. Semua kembali ke pribadi para pemainya dan pengawasan orangtua.
Padahal, game kasual lain yang lebih ''santai'' semacam Angry Birds pun ada aksi ledak-ledakannya, kok. Apa perlu MUI juga mengharamkannya? Mau berapa game yang mereka haramkan? Lantas, kita nanti main apa?
4. Hilangnya Entitas Game sebagai Hiburan
Pada dasarnya, salah satu fungsi game adalah sarana hiburan alternatif untuk melepaskan penat dari rutinitas yang melelahkan. Timbulnya pertimbangan diharamkannya PUBG membuat degradasi nilai esensi dari game itu sendiri. Sifat hiburan di dalamnya dianggap (dan disepakati) sebagai doktrin buruk bagi siapapun yang memainkannya.
Adanya keputusan MUI ini membuat citra game semakin buruk di mata masyarakat, terutama untuk game yang bersifat kompetitif. Padahal, banyak manfaat lain yang bisa didapat bagi yang memainkannya. Sebuah penelitian yang diungkapkan Psychology Today menyebutkan bahwa bermain game kompetitif bisa meningkatkan kemampuan individu, menambah kepercayaan diri, dan mendukung kemampuan bersosialisasi di kehidupan sehari-hari.
5. Ujian Besar bagi Kreator Game Dalam Negeri
Battle Royale tengah menjadi genre game yang digandrungi. Mengikuti tren adalah langkah jitu yang dilakukan di setiap strategi bisnis apa pun. Apabila MUI telah mengesahkan fatwa haram ini, bukan tidak mungkin jumlah pemain game battle royale seperti PUBG akan berkurang secara drastis, mengingat muslim adalah mayoritas di Indonesia.
Dampaknya, perkembangan game lokal akan menemui jalan buntu. Para pengembang game dalam negeri harus berjuang lebih keras mencari alternatif supaya ekosistem game di Indonesia tetap hidup. Mereka hanya akan memasukkan konten dan gameplay yang dianggap aman agar produk mereka dinilai layak dimainkan oleh masyarakat luas.
Dengan kata lain, produk game yang kita terima akan menjadi monoton dan kurang variasi, tidak lagi mengakomodasi beragamnya preferensi. Perkembangan game dalam negeri pun bakal menjadi stagnan alias di situ-situ saja. Bisa jadi, pasar luar negeri malah jadi prioritas utama bagi developer dan publisher lokal karena mereka ''kehilangan semangat'' mendapatkan label ''halal'' untuk game kreasi mereka.
Mengambil tindakan untuk mengantisipasi kejadian buruk memang patut dilakukan. Namun, perlu upaya mendalam bagi MUI dalam mengkaji ulang pertimbangan mereka mengharamkan PUG. Sungguh tidak bijak apabila mereka menganggap game adalah sesuatu yang negatif semata dan memiliki pengaruh sebegitu besarnya terhadap perilaku seseorang di kehidupan nyata.
Nah, sebagai gamer yang cerdas, bagaimana menurut kalian tentang pertimbangan MUI untuk melabeli PUBG haram? Berikan pendapat kalian di kolom komentar ya!