Sepintas, benda ini tampak mirip kelereng merah muda. Tapi kenyataannya lebih dari itu. Objek aneh tersebut adalah telur amfibi tanpa kaki, Caecilian, yang termasuk dalam famili Chikildae.
Hewan itu dinilai sangat menarik dimata para ilmuwan. Ketika dewasa, mereka sangat mirip cacing tanah atau ular, meskipun mereka memiliki tulang belakang dan lebih dekat dengan gambaran salamander.
Caecilian memang mempunyai mata, tetapi penglihatan mereka sangat terbatas. Oleh karena itu, mereka menghabiskan sebagian besar waktu dengan tinggal dibawah tanah. Semisal di dalam lumpur.
Demikian seperti kata para peneliti dari University of Delho, yang menerbitkan makalahnya di jurnal ilmiah Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences pada tahun 2012.
Tapi telur-telur Caecilian dianggap unik, karena cangkangnya transparan, tak seperti kebanyakan telur pada umumnya. Hal tersebut membuat calon-calon bayi Caecilian bisa dilihat jelas dari luar.
Betina Caecilian mengerami telur mereka selama 2-3 bulan, dan peneliti berpikir bahwa sang induk bahkan tidak makan selama waktu yang penting ini.
Ketika Caecilian kecil akhirnya menetas, tidak ada tahap larva seperti katak yang cenderung menjadi berudu terlebih dahulu. Sebaliknya, Caecilian muncul sebagai bentuk yang sama dengan Caecilian dewasa, hanya ukurannya saja yang kecil.
Sekilas Tentang Caecilian
Caecilian, dieja ''seh-SILL-yens'', adalah hewan bertubuh panjang dan lentur. Ada hampir 200 spesies Caecilian yang dikenal dalam bidang sains, mulai dari Idiocranium russell yang panjangnya 3,5 inci dan umum ditemukan di Kamerun hingga raksasa sepanjang 5 kaki yang dikenal sebagai Caecilia th Thompsoni di Kolombia.
Caecilian cenderung memiliki mata yang sangat kecil, yang dianggap hanya mampu mendeteksi perbedaan antara terang dan gelap. Pada beberapa spesies, matanya ditutupi oleh kulit.
Sepasang tentakel mungil terdapat pada wajah Caecilian, yang kemungkinan dapat mendeteksi makanan dan membantu mereka bernavigasi.
Meski amfibi ini tidak memiliki lengan atau kaki, mereka adalah penggali yang andal, menggunakan tengkorak dan otot mereka yang kuat yang membentang sepanjang tubuh mereka untuk mengeduk tanah dan lumpur.
Ada beragam warna tubuh Carcilian, mulai dari abu-abu, hitam sampai biru cerah. Beberapa spesies memiliki dua rona, dengan bagian tubuh atas umumnya berwarna ungu dan bawah yang merah muda. Puluhan diantaranya memiliki sejumlah garis vertikal, seperti ular karang.
Kulit Caecilian bertekstur halus dan berlendir. Para peneliti mencatat bahwa menangkap satuekor Caecilian bisa seperti menggenggam sabun batangan yang basah.
Beberapa spesies, seperti Siphonops paulensis dari Amerika Tengah dan Selatan, memiliki kelenjar dikulit mereka yang mengeluarkan racun dan dapat merusak sel darah merah pada predator yang menyentuhnya --termasuk manusia.
Habitat
Meskipun eksistensinya di Bumi ini tergolong banyak, namun hewan satu ini jarang terlihat oleh manusia. Sebagian besar spesies menghabiskan waktunya dibawah tanah atau mengarungi perairan sungai yang dangkal.
Caecilian dapat ditemukan di daerah tropis dan neotropis diseluruh dunia, dari Amerika Tengah dan Selatan hingga Afrika Tengah dan Asia Tenggara.
Salah satu Caecilian raksasa yang pernah ditemukan di kawasan rimba di Ekuador, Caecilia pachynema, bahkan hanya diketahui muncul ke permukaan pada malam hari dan selama badai hujan lebat.
Caecilian tidak berbahaya bagia manusia, meskipun makhluk itu memiliki mulut yang penuh dengan gigi seperti jarum. Barisan taring dimulut mereka membantu mereka mangsa, seperti cacing tanah, yang kemudian ditelan untuh. Mereka juga memakan serangga dan invertebrata lainya.
Reproduksi
Sebagai amfibi, beberapa caecilian bertelur di air atau tanah yang lembab, mirip dengan reproduksi katak dan salamander.
Yang menarik, beberapa Caecilian telah mengembangkan cara khusus dalam merawat bayi mereka begitu anak-anak ini menetas.
Daripada menyediakan susu, seperti yang dilakukan mamalia, atau menangkap mangsa dan membawanya kembali ke sarang, seperti burung, Caecilian betina dari spesies Boulengerula taitana di Kenya memungkinkan anak-anak mereka untuk mengikis dan memakan lapisan kulit induknya sendiri.
Sebuah penelitian yang diterbitkan di Nature pada tahun 2006 menemukan bahwa betina yang mengerami memiliki kulit yang dua kali lebih tebal daripada betina muda.
Kualitas sel-sel kulit mereka dapat berubah, sebab digunakan untuk memberikan protein dan lemak berlebih pada anak-anaknya.
Caecilian muda juga memiliki 'gigi sementara khusus', yang dirancang untuk menancapkan dan mengangkat epidermis induk mereka tanpa melukainya.