Permasalahan isi fatwa haram MUI untuk game PUBG menuai banyak perhatian. Selain dinilai salah alamat, tudingan tersebut membuat banyak pihak merasakan negativisme terhadap kultur video game. Pendapat Pradipta Favian, pemain Point Blank dan PUBG dari tim Capcorn yang sudah menelurkan banyak prestasi.
Untuk Dipta, hanya ada kata ''mirir'' melihat kejadian semacam ini. "Enggak seharusnya diharamkan, namanya juga game tembak-tembakan. Enggak ada yang mau ngikutin jadi teroris." tuturnya. Untuknya, orang yang bermain game dan jadi teroris itu enggak sama. Mereka punya jalan hidup masing-masing. Niatan untuk melakukan perbuatan keji semacam itu enggak mungkin ditimbulkan karena bermain game.
Bersama anggota tinya di Capcorn, Dipta adlaah seorang muslim yang cukup taat. Dia dan anggota tim rajin sembahyang samil meminta restu dari restu Yang Maha Kuasa setiap kali bertanding . Baginya, itu semacam ritual yang mampu membuatnya tenang saat menghadapi tekanan pertandingan. Seharusnya isu kemanusiaan seperti ini lebih diperhatikan dari konteks ideologi saja.
Pradipta hanyalah satu dari contoh anak muda berprestasi di jalur video game. Mampu membuahkan prestasi dan sportif dalam bertanding merupakan nilai positif yang dia dapat dari bermain game. Ideologi radikan enggak tumbuh dari ajang rekreasional semacam bermain game. Dia mewakili anggota ekosistem esports Indonesia yang sedang berkembang. Tentunya, fatwa tersebut sangat mengganggu dan membuat nilai jelek dari industri esports yang berkembang jadi layu dalam beberapa waktu ke depan.
Semoga saja, isu ini hanya semacam angin saja dan enggak direalisasikan. Kabar semacam ini dapat mengganggu aktivitas yang enggak hanya dikembang dengan pesat saja, namun mampu mewadahi produktivitas anak muda yang bersaing dengan sehat di ranah esports.