Serangan Mendadak di Pangkalan Militer Mali Tewaskan 12 Tentara Lokal




Sebuah serangan mendadak di wilayah Mali tengah pada Minggu 21 April, menewaskan setidaknya 12 tentara setempat.

Pos militer di Guire diserang sekitar pukul 5 pagi, kata sebuah sumber kepada kantor berita AFP. "Para  teroris keluar dari hutan mereka. Mereka menggunakan sepeda motor dan merebut ruk. Mereka membakat kendaraan dan mengambil yang lain,'' kata sumber itu, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera.

"Termasuk dalam seluruh korban tewas itu adalah komandan pos dan seorang kapten,'' lanjutnya yang tidak berkenan menyebutkan namanya atas alasan keamanan.

Di Twitter, angkatan bersenjata mali mengonfirmasi tentang serangan tersebut, namun tidak menyebutkan secara resmi berapa jumlah yang tewas.

Mereka mengatakan bala bantuan dikirim ke sektor Nara, sekitar 370 kilometer utara ibu kota Mali, Bamako.

Seorang warga setempat mengatakan ada tembakan keras dan militer ''terkejut'' dalam serangan itu.

"'Saya melihat dua teroris meletakkan sepeda motor mereka di kendarana militer dan pergi dengan itu,'' katanya.

Pasukan Mali dan Asing Kerap Jadi Sasaran Pemberontak

Selama beberapa waktu terakhir, pasukan Mali dan asing kerap menjadi sasaran kelompok militan.

Bulan lalu, kelompok militan terkait menewaskan 21 tentara Mali dalam serangan di sebuah kamp militer di Kota Dioura.

Pada hari sAbtu, seorang petugas  perdamaian PBB terbunuh dan empat lainnya cedera akibat sebuah ranjau meledak, ketika konvoi mereka melewati wilayah Mali tengah.

serangan pada hari Minggu itu terjadi ketika Presiden Ibrahim Boubacar Keita melakukan konsultasi untuk memilih peradna menteri baru.

Yang terakhir, Soumeylou Boubeye Maiga, mengundurkan diri beserta seluruh kabinetnya, setelah mendapat kecaman dari partai-partai yang berkuasa dan oposisi, karena gagal menekan kerusuhan.

Militan Merebut Mali Tengah pada 2012

Misi PBB didirikan di Mali setelah kelompok militan merebut bagian utara negara itu pada 2012, sebelum didorong kembali oleh pasukan Prancis pada 2013.

Perjanjian damai yang ditandatangani oleh pemerintah dan kelompok-kelompok bersenjata pada tahun 2015, bertujuan untuk memulihkan stabilitas.

Namun kesepakatan itu gagal menghentikan kekerasan.